Thursday 17 December 2015

Hujan yang mengajari

Hujan sudah mengajariku
Hujan yang jatuh tak beraturan
setelah jatuh bisa langsung tahu
ia mau apa dan kemana

Alangkah bahagianya aku 
dijadikan manusia yang menghuni bumi
Segala apa yang diciptakan adalah pelajaran
yang tidak beresensi pada satu nilai kepuasan.

Dimulai dari pertanda hujan
Awan awan semrawutan kemudian menghitam
Menyebar merata sesuai kadarnya
Sampai sang tuan meneduh sebisa

Hujan yang tidak bisa adil
Membagi tetesan tak hingga
Tetesan yang tak sebesar gunung
Pada semua ciptaan Tuhan

Hujan yang ketakutan pada alam
Pada tuan yang menyalahi datangnya
Ketika tetesan hujan sebesar gunung
Mengelun daratan sampai isinya

Hujan yang bersalah
Datang bukan waktunya
Tetapi hujan yang mengajari
Hujan hanya bisa memberi

Ludbizar, hujan yang mengajari, desember 2015

Thursday 15 October 2015

Air itu Jatuh

Puisi tentang Hujan "Air itu Jatuh"

ilustrasi/majalahsakinah.com
Kusebut air yang menetes itu tangis
Mengalir melewati cembung pipi
Membekas di wajah kusam pasi
Air itu jatuh

Kusebut air  yang menetes dari pohon itu embun
Menetes pada daun ke daun lainnya
Tetesannya membekas pada daun penuh debu
Air itu jatuh, lagi

Kusebut air yang menetes dari langit itu hujan
Menetes tak hingga ke bumi
Karunia Tuhan yang dirindukan
Air itu jatuh, kapan?

 ------------------------------------------------------

Passage

--------------------------------------------------------
ku kira ini hujan, ini cuma tetesan doa petani
ku kira ini suara hujan, ini suara sumur air dangkal
ku kira ini guntur, ini suara ranting pohon jatuh

Anak itu pakai payung,
Anak itu kakinya belepotan dan basah
Anak itu kencing dicelana
------------------------------------------------------
Terik mentari yang binar makin meranggas pepohonan. 
Pepohonan yang tak lama akan gering dan mengering.
Tapi wajah langit tak sedikit pun cemas, 
wajahnya cerah terus hingga nanti.

Mungkin langit lagi senang melihat bidadari mandi di sungai.
Tiap pagi dan sore bidadari berduyun duyun turun ke sungai, membawa sandang kotor. 
Mungkin juga langit senang melihat para pengguna pawon yang kian aktif, ublek !

Wednesday 14 October 2015

Tak keluh-puisi diri untuk diri sendiri

Hingga pagi ini dan sampai aku tak menemukan pagi,
Tuhan pasti tidak mengatakan
siapa yang melempar aku ke ruang rasa yang tak berbatas,
Aku rasa ini karunia, Aku pikir ini dunia.

Dunia,,
Pagi ini tidak ada sebilah kata satu pun untuk memukulmu.
Pagi ini begitu lesu membuat tersayup sayup di tempat tidur.
Kian membosankan dengan segala pekerjaan di depan komputer.
Mata keruh sulit menghadapi terang diluar sana.
Diluar yang penuh fatamorgana kehidupan.
Mungkin disinilah kenyataan, didalam kegelapan,
karena didalam kegelapan aku bisa melihat siapa yang putih dan siapa gelap,
siapa yng terang dan siapa yang redup.

Mungkin dengan Secangkir kopi ini akan kucukupkan bersama senja,
bersama anak anak kecil yang riang mengenakan pakaian beribadah.
Puji syukurku sebagai bagian darimu,
wahai kalian anak anak yang telah ditinggalkan bapak ibumu.

Ibu,
Biarkan saja gelap menelanmu hari ini lebih cepat
Aku masih disini, memandangmu dengan jelas
Karena lelahmu bersinar diantara keringatmu yang masih mengalir
Nyamanlah disampingku, malam ini dan malam malam yang lain.

Aku,
Lama lama bisa ku pukul bayanganmu
Bayanganmu membuat lamur akalku
pergilah, bermain dengan hayal
jengahlah pada cita yang sudah melambai
Pergilah
Malam ini aku akan bermalam dengan tenang
Menyibak bersih hayal dengan doa
Sudahlah tidur,
sepotong malam ini akan kusimpan.
Biarkan saja lampu lampu taman sendirian.
Jangan sampai cahaya menyibakku esok hari.

Katanya Kita adalah Dajjal

Dunia ini masih dipenuhi manusia yang sedang membabi buta dengan segala jurus andalan untuk menaklukan satu sama lain. Orang islam bilang kiamat sudah dekat, salah satu tanda kiamat ada manusia bermata satu yang mengaku Tuhan. Katanya, punya segalanya bak Allah SWT (Tuhan Islam).

Dajjal-islam-milenium.blogspot.com
Rumangsa manusia memiliki akal sehat, rasa dan karya sudah sepantasnya lebih bagus dari dajal. Lho kenapa? Pikirlah sendiri dengan akal sehat, rasakan dengan jiwa yang tenang dan bertindaklah layaknya manusia. Ojo koyo celeng(babi hutan) nek wis mlayu angel belok.

Kita, manusia punya mata lebih banyak. Dua mata yang seimbang, ora dendek duwur, nganti ana mata hati, mata kaki lan mata iwaken. Dibanding dajal, rupanya saja tidak jelas, matanya cuma satu. Mereka (muslim) pada ketakutan jika melihat mata satu. Mata satu itu orang cacat yang harus dikasihani. Mari mengkaji ulang dengan pemberian karunia Tuhan yang tak habis habis, mikir !

Lalu siapakah dajal? Tidak seorang pun tahu katanya, tetapi muslim menunjuk saudaranya kafir, mengatakan syiah itu pengikut dajjal. Lho katanya yang mengatakan kafir ke orang lain, maka orang itu kafir juga. Dajjal dong? ora bisa ndelok karo mata normal, siji tok !

 Dajjal adalah seorang tokoh dalam eskatologi Islam yang akan muncul menjelang kiamat. Ya begitu, mungkin saja saya, kau dan mereka dajjal, dan kalian pengikutnya. Salah seorang yang akan menjadi tokoh bermata satu dunia yang tidak memandang kebenaran, kesadaran dan keikhlasan.

Kita biarkan kemunafikan, kesombongan membumbung dada kita. Kita buang jauh jauh kebenaran, mengucilkan mereka yang benar benar menjadi manusia. Kita bela kelicikan, kedengkian sebagai karakter abadi dalam diri kita.

Lalu mengapa merasa dipihak benar, padahal salah, lalu mengapa kita merasa dipihak yang baik, padahal kita buruk. Sama saja kita bermata satu, DAJJAL !!!

Monday 12 October 2015

Aku dan Kotak

ilustrasi
Hujan mengguyurku saat pulang menggendong pengetahuan. Saat tiba dirumah, tubuhku terbaring lemas di atas ranjang. Aku meringik sembari memegang dadaku yang lembek. Sore ini keluarga begitu cemas menyandangku. Terlebih ibuku, setiap detik tak memalingkan mata belainya yang tulus. Beribu doa telah terucap untuk menyelamatkan satu-satunya anak yang tersisa. Sang pemberi asi gamang padaku, kehilanganku. Aku paham perasaan ibu, sorot kecemasan yang menyilau. Matanya begitu sayu, tak berseri.

Sore ini hujan mulai deras. Aku ingin duduk bersandar sambil memandang sebuah kotak yang lusuh, kecil, seperti sebuah hadiah kecil. Kulihat ukurannya seperti kotak cincin. Tak jelas apa yang ada didalamnya. Kotak itu ada sebelum aku berada disini. Setiap orang yang masuk akan menganggapnya sebuah barang antik. Ah, masa bodo. Kotak itu seperti mainan yang tersedia di tukang mainan keliling.

Kotak kecil itu adalah kotak mainan kakakku. Ibu menjawabnya begitu setiap kali aku tanya tentang kotak itu. Oh, mungkin ibu masih mengenang mainan kakakku. Entah, ibu hanya bisa berpasrah, kakakku dan aku yang sedang dipikirkannya, anak anak yang lemah.

Dulu setiap sore, aku dan kakak mengobrol di sini, didekat jendela, tak kala aku memandang matanya yang teduh. Mata yang seolah bercerita dengan riang. Mata yang membuat aku percaya bahwa dia seorang kakak yang tabah. Aku belum pernah melihat wanita yang penuh cinta dan gairah. Sosok ibu yang turun kepada anak pertamannya.

Suara yang lembut seperti alunan yang membilas genderang telingaku, begitu sejuk. Kakak cerdas dan luar biasa bila ia bercerita, menawan dan bersabda. Banyak bercerita tentang hidupnya dan kotak itu. Katanya, dalam kotak itu adalah mainan kakakku, mainan kesayangan ketika aku menanggis. Kakakku dengan kotaknya lihai membuat aku bergembira lagi. Masa kecilku, masa balitaku. Aku tak bertanya perihal pernyataan kakak. Karena jelas kotak itu mainan bersama aku dan kakakku.

Suatu sore kakak bercerita ”Kita adalah kotak yang mempunyai empat sisi samping, satu sisi atas dan satu sisi bawah. Kita adalah keluarga yang sepeti kotak, aku, kau, ibu dan bapak empat sisi sampingnya, lalu sisi bawah dan atas adalah kekuatan dan cinta. Oleh sebab itu, Ketika salah satu sisi roboh, kekuatan dan cinta bisa menjaga sisi yang roboh” kakak begitu lugas. Setelah selesai, kakak biasanya memegang kotaknya. Kami selalu seperti itu, selalu mengumbar rasa pada segala yang ada di sekitar. Walau cuma ada kotak. Bagi kami, hidup tak bakal habis meski digali dari sebuah kotak. Mungkin ini kenangku pada kotak dan kakakku.

Hujan telah lebat, selebat kecemasan ibu kepadaku. Sebab tak biasanya aku sakit meringik akhir ini. Sebelumnya, sehari atau paling lambat tiga hari, ada hal yang aneh padaku. Hal itu menjadi biasa karena aku terlalu keras beraktivitas. Aku pikir itulah sebab aku merasa sakit di dada, dadaku yang lembek. Ibu juga mengatakan bahwa ibu merawat kakak seadanya sebelum pergi. ibu tidak mau mengulangi. Ibu memandangku penuh harap, aku akan tetap hidup. Ibu pun membawaku ke rumah sakit.



Di ruang yang semakin sempit justru tak tenang, pandanganku terbatas seperti dalam kotak. pandanganku yang hanya sampai pada tembok tembok putih. Apalagi, orang orang cengeng yang mendekatiku. Sungguh, aku ingin berdiri dan lari ke halaman belakang rumah. Mendapati sepoinya angin dengan pandangan tanaman padi yang hijau dan kicau burung emprit yang merdu.

Sudah tengah malam, orang orang penunggu orang sakit tidak segan melepas kantuknya. Alunan sendu karunia Tuhan mengalir merdu ke telinga. Sang pemberi asi yang terus memuntahkan suara kecemasan, tampak layu raut mukanya. Jelasnya, aku tak bisa menahan hari demi hari di ruang kecil yang berbatas. Gerah, aliran keringat mengalir. Kondisi ini dirundung duka.

Mungkin sebuah banyolan aku melompat dari keadaan ini. Cepat atau lambat pasti bisa melewati keadaan terbatas ini. Berdoa mungkin jadi tindakan mulia, ketika berjanji dan bersumpahku luntur oleh lembeknya jiwaku. Terus berdoa, dan melihat orang orang yang berdoa untukku.

Aku tak menganggap besok adalah hari baikku. Setidaknya, aku bisa bersandar untuk melihat tegak kedepan, bukan keatas yang selalu nampak putih dan fana. Kemudian bisa mengangguk untuk setiap pertanyaan “kamu tidak apa apa?” karena setiap orang yang menyapaku mengatakan begitu dengan membawa sebuah hasil bumi dari kampungnya, sekalipun aku tak percaya yang sesuai kemampuannya. Mereka tidak peduli sesakit apapun mereka, ketika melihat orang lain berada di rumah sakit.

Lebih dari sebuah renungan panjang ketika berbaring lama disini, terlalu lama !! Aku ingin segera bangkit, aku ingin melolohi hobi hobi kesayanganku, membuat jemari ini lemas merangkai kata demi kata, membuat syair indah tentang hidup. Sayang, kabar sehat itu belum juga datang.

Ku rasa belum saatnya, padahal aku ingin berjuang lagi demi sehelai nafas. Bagaimana bercinta yang halal dengan hobiku. Selanjutnya, aku baru membuang harapan palsu, membersihkan jiwa dan menuju kamar peristihatan terakhir. Lebihnya, para penyandang baju hitam membawakan ragaku kelubang pertiwi.

Kita kenal kereta jawa yang beroda manusia. Itu kendaraan istimewa dan suci untuk manusia. Aku akan terbujur di kendaraan itu. Kalian pun pasti ingin menaikinya kelak. Walau akhirmu tiada prediksi terhebat yang sanggup menganggukinya.

Aku hanya bisa melihat dunia yang fana. Kembali menikmati kehidupan abadi di tumpukan kebaikanku yang ada. Buruknya, jika tumpukan itu tidak terlalu sanggup menahanku. Aku jatuh dalam bara panas dan busuk.

Setelah lama merenung, aku bisa merasakan sebuah keikhlasan dengan keadaan ini, hatiku tenang. Aku pun bisa melemaskan tubuhku untuk bergerak, walau sekedar duduk sambil bersandar sambil menikmati saji sehat dari penjenguk. Dalam hatiku “semoga saja ini bukti aku sudah kembali” . Ternyata benar, kabar sehat itu kembali padaku, aku nanti siang bisa pulang. Kembali pada rumah sederhana yang cukup luas.

Dirumah, aku justru ingat ayah. Ketika sepanjang sore ayah mencoba tetap mengerjakan tugasnya seperti biasa, Nampak lebih keras. Ia tetap menekan tinta dengan kesumukan. Tetapi justru menodong secangkir teh hangat. Aneh, ia seakan tidak peduli dengan hawa sekitar.

Ayah mengambil lembaran folio terus menerus dari ia mulai menulis. Folio itu berserakan dengan bekas genggaman kuat. Entah, ia sedang mengalirkan rasanya pada sebuah tulisan. Aku ingin tahu apa yang ayah kerjakan sebenarnya. Lantas aku mendekatinya dengan tubuh yang masih lemas. Ternyata ayah sedang membuat surat, Ia menggeleng nggelleng, ia kesulitan dan tidak tenang. meskipun kenyataan ayahku dulu sampai sekarang adalah orang paling gemar mengajariku untuk tenang.

Tetapi yang muncul di kepalaku hanyalah keadaanku belum kembali. Tak sadar, ayah menatap keras ke arahku, mungkin ayahku menyuruhku kembali ke kamar dan berbaring. Kenyataan tubuh ini belum beger, masih lemas mengulai.

Keadaan dikamar yang mulai sirung, tak jelas. Suasana yang mungkin cocok untuk tidur dikala sehat, namun keadaanku yang lemah membuat tidak tenang. Aku masih teringat kata kata kakak ketika ia masih disini dan berpikir apa benar keluargaku seperti kotak?

Lantas aku berpikir, Keluargaku sudah kehilangan satu sisi, apa akan kehilangan satu sisi lagi? Jika iya lantas bagaimana dikatakan kotak? Ayah dan ibu tentu tidak mempunyai cinta dan kekuatan ketika anak anak mereka telah lenyap dari pelukannya. Sebagaimana yang diceritakan kakak, jika kekuatan dan cinta tidak ada lagi, tidak ada lagi sisi yang tumbuh, kotak itu akan hancur selamanya.

Saturday 19 September 2015

ARGUMEN TENTANG KEBAHAGIAAN

Argumen tentang kebahagiaan adalah sebagian tulisan tentang kehidupan masyarakat sekarang yang memandang bahwa dunia ini sempit dan terpetak petak.
pinterest.com

Masyarakat kelas rendah menyuarakan tuduhan-tuduhan mereka terhadap kapitalisme (Katanya kaum elit pelit) :
kata mereka, kaum pinggiran, kepemilikan kendaraan bermotor, perangkat televisi, dan lemari es tidak membuat orang menjadi bahagia. Kedua, tambah mereka, masih banyak orang yang tidak memiliki satupun peranti tersebut. Proposisi tersebut memang benar adanya; namun, kesalahannya tidak dapat dilimpahkan kepada sistem kerjasama sosial yang kapitalistik. 
Manusia tidak bekerja atau bersusah payah untuk mencapai kebahagiaan sempurna, melainkan untuk menghilangkan sebesar mungkin ketidaknyamanan yang dirasakannya ia menjadi lebih bahagia daripada sebelumnya. Seseorang pembeli televisi pada efeknya memberi bukti bahwa kepemilikan alat tersebut akan meningkatkan kesejahteraannya dan membuatnya lebih puas ketimbang tanpa alat tersebut. Jika tidak demikian halnya, ia tidak akan membeli. Tugas dokter bukanlah membuat pasiennya bahagia, melainkan menghilangkan penyakitnya dan membuat kondisinya lebih baik untuk mengejar apa yang menjadi kepedulian setiap makhluk yang hidup, bertarung melawan semua faktor yang merugikan dan mengganggu hidupnya.

Mungkin benar bahwa sebagian dari kaum pengemis Budha, yang hidup dari sedekah dalam debu dan nestapa, benar-benar merasakan kebahagiaan dan tidak merasa iri kepada orang kaya dan terpandang manapun. Namun demikian, adalah kenyataan bahwa bagi kebanyakan orang kehidupan yang demikian tampak tidak  dapat dijalankan. Bagi mereka dorongan menuju perbaikan perbaikan tiada henti terhadap kondisi-kondisi eksternal adalah hal yang sudah mendarah-daging. Siapa sudi mengambil pengemis Asia sebagai model bagi penduduk Amerika? Salah satu pencapaian kapitalisme yang paling mengagumkan adalah berhasil diturunkannya angka kematian anak. Siapa yang masih membantah bahwa fenomena ini setidaknya telah menghilangkan salah satu penyebab ketidakbahagiaan banyak orang?  Tuduhan kedua yang dilontarkan kepada kapitalisme, tak kalah musykilnya-yakni bahwa berbagai inovasi yang terjadi di bidang teknologi dan terapi tidak memberi keuntungan kepada semua orang. 

Berbagai perubahan kondisi kemanusiaan adalah berkat rintisan manusia-manusia yang paling pintar dan enerjik. Mereka memegang kendali dan setindak demi setindak selebihnya umat manusia ikut di belakang. Inovasi mulanya adalah kemewahan bagi segelintir manusia saja, sebelum akhirnya sedikit demi sedikit hal tersebut terjangkau oleh banyak orang. Bukanlah keberatan yang masuk akal terhadap penggunaan sepatu atau sendok-garpu–yang tidak langsung menjadi populer-jika pertimbangannya adalah bahwa di jaman sekarang terdapat jutaan orang masih belum mengenal peralatan tersebut. Para wanita dan pria terhormat yang mengawali penggunaan sabun adalah mereka yang mendukung ide agar sabun diproduksi dalam skala besar bagi masyarakat biasa.
Jika mereka yang saat ini mampu membeli TV namun bersikap abstain karena masih banyak orang belum mampu membelinya, maka mereka bukanlah memajukan, melainkan memundurkan, popularisasi alat tersebut.

Friday 11 September 2015

NASEHAT Bagai mendaki gunung datar

Gunung Meja Venezuela/ sumber: sidomi.com
Inilah lelucon jika manusia terlalu berperasa atau dalam bahasa wong ora genah 'baper-an'. Lagi lagi, saya dihadapi dengan manusia yang meminta selembar coretan, katanya lagi kesusahan, banyak beban. Mungkin saya beruntung, saya dianggap lebih baik, namun sayalah seburuk buruknya manusia saat ini.

Pikirku, sebagus bagusnya manusia adalah mereka yang indah dalam berbudi akal, menggunakan akal pikirnya, lalu tak lupa mereka menghaluskan akal pikirnya dengan perasaan. Bukan masalah agama mereka apa, tetapi bagaimana mempunyai nilai nilai kehidupan, nilai kemanusiaan yang selalu diwujudkan dalam kehidupan sehari hari.

Pikirku lagi, Seberat beratnya berpikir itu adalah jalan, seringan ringannya perasaan adalah beban. Jika sudah terlalu berat, jalannya adalah sebuah kelegaan rohani . Ya, itulah yang selama ini saya jalani, jika kalian meminta saranku, silakan ambil baiknya saja.

Setiap makhluk punya iman dan mengimani satu Tuhan. Ada cara cara beriman dan beradab (agama). Iman itu sebagai industri nasehat, agar industri nasehatmu tetap utuh, tentu butuh biaya, apa itu ? Ikhlas. Iman yang diikhlaskan pada suatu zat yang tunggal (Tuhan). Inilah kelegaan

Jika ada seseorang yang meminta nasihat darimu, kuatkan imannya, ikhlaskan imannya. Kemudian dia akan sehat imannya dan mulai berpikir bagaimana perasaannya terjaga. Mungkin hanya itu, nasehat yang saya bisa berikan pada seseorang yang telah membantuku dikala saya sakit sebulan lalu.

Berat rasa, berat pikir mari kita ikhlaskan, yakini itulah kelegaan. Ini tak seberat mendaki gunung yang datar.

Cerpen Bahasa Banyumasan ; Obong Obongan

Ninine enggal dina ruwing ndelengi bocah bocah pada mbuang runtah sekarepe dhewek. Apa maning runtah plastik, bekas bungkus jajan. Ninine saking kepengin njunjung blukang nggo nggurah bocah sing sering dolanan neng latare.

Saben esuk ninine rawat latar nganti bersih, wis kaya taman kota bersihe. Banjur wayah sore latare ninine wis kaya TPA gunung tugel, latare merah meruh. Ninine munggah darah, saben ana bocah liwat domaih kaya wong ora waras.

Wektu kuwe pas ninine lagi menggeni, ujug ujug mbuh gedumbreng neng pager sentonge ninine sing mung dialing alingi seng. Ninine sing lagi menggeni njimprak kaya bancet kawin karo ngomong "gusti pangapura, sapa kiye sing gawe kaget, kaya asu !". Asune metu kang cangkeme ninine nganti tangga teparo pada krungu.

"Allahhh, gusti untung jantungku ora copot" ngresulane ninine. Ninine sing lagi alon alon nyebut krungu cekikikane bocah. Ninine ngerti bahwa cekikikane bocah kuwe sing gawe kaget. Ninine sing wis medegel banjur nyeneng blukang metu sekang pedangan utawa sentong.

"woy, koe bocah apa anak mbelis !! wong lagi enak enak menggeni dikageti, anake sapa jane!" medegele ninie karo nyincing jarit. Bocah sing weruh ninine nggawa blukang banjur pada pecicilan mlayu kaya celeng.

Ninine sing esih medegel mlebu pedhangan maning, nerusna menggeni. Ora nyana, para sing isi suluh kebakar. Apese ninine wis lagi medegel ditambah para kebakar gara pawone ora ditungguni dadi  mlagar gara gara ngurusi bocah edan.

"Tulung,,, tulung,,, pedhanganku kebakaran,tulung kiye gusti........ !!" suarane ninine nyaingi toa langgar, serune poll.

Bersambung...

Saturday 5 September 2015

Putri Anggasuta | PUISI Edisi KKN

Aku yang tak berbekas di alam anggasuta, aku ingin menyampaikan rasa selayang untukmu. Putri-putri anggasuta yang berbudi luhur, ramah dan santun. Kepada Tuhan dan Alamnya ku persembahkan sebuah rangkaian kata yang tak tertata rapi.

Dendang angin berayun ayun
Mengalun sendu di alam anggasuta
Menemani bocah berparas ayu
Menyiru sumbul hasil bumi

Telatah kalbu putri menggugah rasa
Menampik kecemasan yang tak seimbang
Sebutir hati yg keras menggerai kuat
Sebongkah koin merampas seisi pandang
Tepenuhi bayang putri
 
Mungkin ku tulis sinis
Di lembar pangkuan jiwa
Untuk menampik muslihat yang abadi
Dalam gerangan setangkai hasrat terurai rapi
Menyodorkan kasih yang bergerayangan

Kini sebatang dahan yang kau beri
Melebur tunggal menjadi satu
Dalam nyanyian-nyanian rindu yang membersit
Lugas tak menampakkan kelukur yang terperanjat
Selengan kerlipan mata merapal kalimat dipadang tandus
Anggasuta...


Mungkin itu ungkapan kecil dari pikir yang mungkin sempat tertinggal disini. Aku kira sudah selesai, tapi hubungan yang abadi antara alam dan jiwa yang bersih akan selalu abadi di singahsana Anggasuta. Sekian dan trima kasih

Saturday 25 July 2015

Tulisan itu sampah

Ruang hampa, luas dan tak berbatas adalah ruang yang nyaman untuk menulis. Ini teori terbalik dari ilmu kepenulisan dan asumsi penulis-penulis pemula. Apabila kita balik dan ubah sedikit kalimat itu maka akan menjadi "Menulis adalah ruang hampa, luas dan tak berbatas" itulah esensi menulis.

Bagaimana? jika kalian susah menulis, maknailah kalimat diatas. Tidak lama kemudian kalian akan segera menulis dengan mudah. Sekalipun masih berantakan, anggap saja tulisanmu itu sampah ! sampah yang akan terus kalian buat setiap hari.

Seorang yang pandai menulis akan mempunyai ruangan luas, tenang, bebas dan tak berbatas walau ditempat yang sempit, ramai, dan berdesakan. Apakah selama ini kalian belum merasakan keadaan ini? belajarlah lagi menulis sampah.

Kok menulis sampah? menulis sama seperti mengeluarkan kotoran dari tubuh. Memberi kelegaan sendiri pada tubuh. Renungi saja, siapa membuang kotoran akan merasa lega. Siapa orang yang berhasil menulis itu lega.

Semakin lancar membuang kotoran tubuh, sehatlah badan anda. Semakin anda menulis, semakin sehat tulisan anda. Sampah sampah yang akan berlimpah sama (tulisan tulisan yang berlimpah) adalah anugerah.

Bagaimana cara mengeluarkan kotoran, kita makan dulu. Bagaimana cara memulai menulis, baca dulu. Tulislah apa yang menjadi sampah dipikiranmu, ASU, BANGSAT, TAEK, Boleh boleh saja. Sastra tidak mengenal kejelekan, tulisan adalah  pesan. sekian dan terima kasih


Informasi penting !
  1. Bagi kalian sudah mengirim naskah puisi bersama wadahcerpen, terima kasih banyak atas partisipasinya.
  2. Pemenang adalah peserta yang naskahnya sudah dinominasikan (Silakan menghubungi saya selaku pj event di 083893833037 atau di 7e729f55 (pin bb) sampai tanggal 10 agustus)
  3. Bagi yang ingin bertanya mengenai lomba juga silakan, saya terbuka bagi siapapun.

Saturday 18 July 2015

Untuk Papua, Papua Kita

Ilustrasi: orang papua merenung keadaan di Indonesia

Sangat disayangkan, insiden di Tolikara, Papua berbau konflik agama. Mungkin bukan pertama kali. Peristiwa serupa sudah terjadi sebelumnya. Papua dibombardir oleh isu yang mengarah konflik di Papua menjadi horizontal dengan isu keagamaan. Apapun yang berkaitan dengan agama itu sensitif, karena manusia sekarang kecenderungan hanya memiliki fanatisme agamis, kurang memiliki esensi beragama yang mengajarkan kebaikan.

Beberapa kali pun insiden serupa terjadi, namun karena kerukunan dan kecintaan hidup bersama orang Papua dengan warga lain yang berbeda, baik agama maupun suku bangsa, Papua masih ada untuk Indonesia, untuk kita. Itulah nilai yang dimiliki oleh masyarakat Papua.

Informasi insiden Tolikara "Masjid dibakar ketika sholat id" yang menyebar begitu cepat, bagai wabah penyakit zoonosis. Media berlomba menyebar informasi dengan narasumber sangat terbatas, membuat dan membentuk opini sedemikian rupa yang dapat menyudutkan warga Papua. Apalagi asumsi netizen ampuh mempengaruhi masyarakat, bobrok !

Asumsi masyarakat pada media yang terlalu kuat, membuat fakta dan opini yang bergulir pating timbrung. Mintailah masyarakat, pimpinan agama, wakil-wakil masyarakat adat, untuk mengambil peran maksimal, menenangkan warga dan memberi penjelasan khususnya kepada media-media arus besar nasional terkait dengan fakta peristiwa yang sangat kita harapkan tidak menyulut konflik lebih luas. Ini menyangkut kemanusiaan.

Hal lain lagi yang kurang diperhatikan adalah hubungan aparat dengan konflik yang terus terusan dengan kekerasan. Bukan dialogis, apalagi arahan. Mungkin ini kelalaian aparat aparat hukum yang tidak mampu menangani persoalan sosial yang terjadi disana. Tangani manusia dengan manusiawi, mungkin lebih baik.

Untuk pemerintah, ambilah langkah langkah preventif agar isu dapat dicegah dengan fakta. Sebagai ulasan mengenai  menyebarnya surat Edaran dari Gereja Injil di Indonesia (GIDI) di media sosial secara sistematis dan cepat. fakta keanehan dari  surat menggunakan Kop Surat/logo GIDI (Gereja Injili Di Indonesia) pada tanggal 11 Juli 2015 yang ditujukan kepada Umat Muslim Se Kabupaten Tolikara.

Surat itu ditembuskan kepada DPRD Tolikara, Bupati Kabupaten Tolikara, Polres Tolikara, semestinya dapat segera di atasi dari awal. Kok bisa? Ya itulah sisi buruk pihak pemerintah dan kepolisian tidak melakukan upaya preventif (pencegahan dini) sehingga isu cepat mewabah tanpa dasar yang jelas.

Mungkin akses sulit ke TKP membuat awak media memilih beropini daripada mencari fakta, nyatanya dokumen kejadian sama, contoh foto dan kutipan tokoh atau pihak terkait. Sebuah surat yang mengatasnamakan organisasi agama tertentu di Papua belum terklarifikasi keaslian sumbernya.
Semoga peristiwa ini menjadi catatan untuk tidak lagi beropini dan berasumsi negatif tentang papua, pergeseran ke isu agama.
Untuk Papua, Papua kita
Kami turut beruda mendalam bagi mereka yang menjadi korban.

Riview Papuaitukita.net

Thursday 16 July 2015

Masalah manusia Indonesia

sahabat lpm sketsa/ supri dan fatur
Saya seorang mahasiswa kudet (kurang update) dari salah satu universitas di kota satria, Purwokerto. Tidak lebih dari mahasiswa kupu kupu dan tidak pernah memikirkan nilai bagus, pacar dan profesi yang bertahta. Saya mungkin lagi beruntung bisa kuliah karena Negara ini benar benar memberikan keadilan, imposible. Progam pendidikan kepada golongan paria yang sedikit bersih dengkulnya ini memberikan saya banyak peluang untuk belajar di ranah pendidikan tinggi. Benar benar berkat kuliah saya membuka ‘mata’, mengupas tebelnya sifat apatis terhadap lingkungan.

Kali ini saya mau sedikit menuntaskan kebahangan otak saya setelah kedua mata mulai terbuka. Ya, berawal dari pemilu presiden tahun 2014, saya tertarik dengan wacana revolusi mental dari capres no. 2 yang kini lagi menahkodai Negara Maritim, eloknya. Huforia public dengan adanya revolusi mental membangkitkan kaum kecil semakin percaya diri menghadirkan pemimpin yang kurasa tegas saat itu. Jelasnya, kita rasakan saat ini. Bagaimana regulasi dan taktik yang diterapkan atau hanya retorika untuk memungut suara secara cuma cuma.

Sebuah Hopeless atau lebih trend-nya PHP, seorang pemimpin menyandang gelar a new hope tidak reliable dengan tuturnya. Namun, bukan tidak mungkin negara ini jadi negara adi daya, minimal ASEAN untuk segala aspeknya. Jika retorika itu berakhir pada pengimplementasian yang didukung rakyat sepenuhnya. Lagi, sebelum rakyat menyublimkan kepercayaan kepada mantan gubernur DKI Jakarta yang belum cuci tangan dari jabatannya.

Hubungan kemanusiaan

Pemimpin bukan semena mena menjadi peracik adonan dasar pengembangan negara ini dan wakil rakyat (wakil rakyat yang punya jabatan) tidak berhak mempunyai hak rakyat. Sungguh, keadaan ini tumpang tidih. Ketika rakyat menganggap pemimpin tidak bejus dan pemimpin menganggap rakyat itu bodoh. Inilah yang terjadi dinegara ini, hubungan kemanusiaan yang luntur.

Hubungan kemanusiaan yang menganut unsur unsur kedekatan manusia dengan manusia, bukan manusia dengan materi dan alat ukurnya merupakan salah satu kunci membongkar masalah-masalah kemanusiaan. Tidak perlu contoh masalahnya apa. Simak saja dimedia informasi, kita akan langsung menemukan informasi tentang konflik manusia dengan manusia yang sifatnya monoton, bahkan menjadi headline.

Sementara penegak hukum yang katanya bisa membantu malah ikut ikutan terlibat masalahnya. Arep kepriwe maning lur? Orang kita juga lupa sama peribahasa yang sangat sederhana ini “Tak kenal, maka tak sayang”. Simpel lagi, kita hapal kan sila ke 2 kemanusiaan yang beradab? Salah satu ciri kemanusiaan yang beradab adalah hubungan kemanusiaan yang harmonis.

Hubungan kemanusiaan yang harmonis tentunya menimbulkan kegiatan kegiatan social yang baik seperti gotong royong, forum musyawarah, kerja bakti yang tidak sama sekali membebani rakyat. Sayang, kita tidak memikirkan itu, kita hanya memikirkan apa yang akan kita ukur. Seperti hidup dijaman kuno yang baru, berburu dan meramu.

Dari paragraph sebelumnya, seyogyanya kita paham. Masalah kemanusiaan diperbaiki dengan unsur kemanusiaan dan selesaikan dengan jalan kemanusiaan. Hukum ada karena adanya manusia dengan manusia saling menghargai dan mengerti apa yang seharusnya tidak dilakukan dan dilakukan. Percuma jika penegak hukum tidak mempunyai hubungan kemanusiaan baik dengan rakyat. Hukum juga milik rakyat.

Kembali pada bahasan yang lebih luas, sistem hubungan kemanusiaan jika diterapkan dalam aspek lebih luas memang ngambang seperti ditingkat bangsa. Namun, bukan ngambang karena tidak jelas, tetapi perlu hubungan kemanusiaan yang struktur dan massif. Dalam contoh lain, kita harus punya struktur yang bersifat kemanusiaan lagi seperti dulu.

Apa itu struktur yang bersifat hubungan kemanusiaan? Struktur yang dipakai manusia dalam membentuk kelompoknya, membentuk kelompok dari kelompok kelompok yang ada. Memang, struktur itu sudah ada, tapi hilangnya sebuah hubungan kemanusiaan yang tergantikan system social ekonomi. Kalau kita baca buku sejarah Indonesia, pasti ada sumpah pemuda. Betapa pemuda masa lalu sudah paham, mereka perlu mengakui tanah air, bahasa, dan bangsa Indonesia.
Bersambung...

Wednesday 1 July 2015

Jika Manusia itu Manusia

 
 "Manusia adalah kita, kita yang mempunyai keyakinan dan mampu berbuat"


Segala anugerah telah tak terhitung kita terima sebagai manusia, ciptaan Tuhan yang terbaik dari sebaik baiknya makhluk. Manusia menerima anugerah itu yang telah disama-ratakan kepada manusia saat manusia lahir di dunia. Hanya saja, Tuhan memberikan kesempatan kepada seluruh manusia untuk berlomba lomba mendapatkan anugerah Tuhan. Apa itu? tentu saja kenyamanan hidup atau kenikmatan.

Adalah kerugian anda sebagai manusia, jika anda tidak berlaku sebagai manusia. Apakah kau ingin bersifat seperti hewan? kau bisa dan kau sangat trampil, kau cukup makan. Apakah kau ingin bersifat seperti Jin? kau sangat bisa, kau cukup mengatakan bahwa aku waras. Dan apakah kau ingin bersifat seperti malaikat, atau sejenisnya? kau cukup yakin bahwa kau sangat tidak sempurna dan ketergantungan.

Sudah tahu apa itu manusia? kalau sudah tahu mari kita beriman dan beramal. Setelah itu beranjak melihat manusia dari sisi manusia. Pasti kau yakin berpandangan bahwa manusia sekarang bukan manusia yang kau inginkan. Betulkan begitu? jika iya, kau adalah manusia sebenarnya yang menjadi manusia.

Sama sama manusia

Manusia diciptakan sangat beragam, tidak ada yang sama, tidak pula yang beda. Jika kau ingin mengelompok, silahkan saja. Tetapi kau sama saja manusia, tidak akan beda dengan manusia lainnya. Tetapi, tak jarang manusia menginginkan kelompoknya menjadi kelompok manusia yang diridhoi Tuhan, boleh boleh saja asalkan kalian masih menjadi manusia, beriman dan beramal.

Apakah kau yang mengakui kebenaran di kelompokmu? Jika iya, kenapa kau membenci kelompok manusia lainnya, mereka juga manusia. Jika yakin kelompokmu paling benar? Siapa Tuhanmu? Apakah Tuhan menyuruhmu membenci sesama manusia?

Hubungan manusia

Hubungan manusia terjadi karena manusia tidak sempurna dan ketergantungan. Jika kau itu, manusia yang menjadi manusia kau ingin apa atas hubungan kemanusiaan? bukankah kau ingin berhubungaan dengan sama sama manusia dan menganggap manusia itu sama. Sudahkah mengerti manusia itu manusia yang ingin disebut manusia? Hal atau jawaban itu terletak pada judul bacaan ini

Sunday 7 June 2015

Diskriminasi dalam dompet


Sore ini hujan memaksa tetanggaku mengankat jemuran, kayu bakar yang hampir kering dan sisa nasi kemarin dengan tergesa gesa. Mereka bagai mainan yang dikontrol oleh remot, mereka serentak bergerak dari dalam rumah mengambil apa yang sedang dijemur. Itulah remot, remot alam yang akan menyusahkan ketika kita tidak mengenal lingkungan.

Di atas tanah yang mulai becek, ada sedikit yang menarik. Selembar daun tetean, mainan anak dulu yang dijadikan uang mainan. Daun itu sudah basah dan kotor yang akan terbawa air hujan. Air hujan adalah perubahan dan kau daun adalah hal yang akan selalu terbawa dalam perubahan.

Hujan, apakah engkau pernah berpikir berhenti menjatuhkan air dari atas? Manusia sudah tidak sama ketika mengharapakanmu sebagai anugrah. Kini kau penyebab bencana. Berbeda ketika ayah dan ibu belum melarang bermain denganmu di sawah kering kala kau turun pertama kali.

Ini rinduku, Hujan. Bak lelaki yang merindukan kekasihnya di malam minggu. Aku kini kesepian mengharapkan hujan sebagai teman bermain. Sulit bagiku untuk memetik daun sebagai mahkota. Bercumbu dengan tanah, sungai dan tentu denganmu, Hujan.

Mungkin ini lamunan masa kecil dan masa kini yang jauh berbeda. Tidak ada bising motor, tidak ada bising pabrik dan tidak ada bising media politik. Hanya ada kicau burung dan riangnya anak, suara air mengalir dan suara semangat gotong royong.

Alamku yang terdiskriminasi oleh aku sendiri. Tidak disadari akulah pelakunya. Ketika aku mulai senang membeli mainan plastik dari orang sitip. Ketika uang jadi alat serba guna menunaikan ibadah. Gopoh tubuh ini, ketika mendengar temanku bangga membeli roda besi, wungkal berbaterei dan kain bule.

Maafkan aku alam, aku tidak mencintaimu.  Sungguh kejam, tempat yang kutempati sudah dimiliki oleh orang lain. Kini hanya ada sejarah tertulis rapi tiada bukti dilembaran buku yang ditulis oleh para pemenang perang. Tempatku hilang....

Ludbizar, 6 juni 2015

Thursday 4 June 2015

CERPEN LUCU TERBARU : Jam Londog



Oleh Ludbizar

Pagi masih memberi embun di dedaunan. Sejuk dan nyaman hari ini, bahkan terlalu nyaman. Waktu yang sudah menunjukkan pukul 06.45, selayaknya anak sekolah sudah berangkat ke sekolah. Alarm yang terus berbunyi tidak mengindahkan aku untuk bangun.

Ya, sekian kali aku bangun telat. Dengan gerak malas, aku meluruskan badan dan membuka mata. Alarm yang setia berdering membuat aku bangun juga. “Yah, kesiangan” ungkap aku sambil memegang handphone. Aku lari ke belakang, mengambil air untuk cuci muka. Dengan tergesa gesa, aku langsung mengkayuh sepeda. Tak sempat aku pamit, tak sempat juga mengambil uang saku.

Jalanan yang ramai dengan lalu lalang kendaraan bermotor membuat sepedaku tak berani cepat. Sungguh, aku risih dengan kendaraan yang berasap. Asap itu kadang memaksaku untuk berhenti sejenak menikmati aroma mata di gedung mewah. Perempuan bersandang rapi dan menawan.

Di perempatan jalan aku menghembus nafas segar sambil menepi didekat jembatan sungai, tepatnya di sebelah gedung tadi. Belum sampai menepi, sebuah sepeda melewati sebelah kiri aku. “AWASSS !!!” Teriak seorang bapak. Bapak itu nyungsep di pinggir sungai. Sempat aku tertawa, liat bapak itu nyungsep tetapi sepedanya masih melaju.

Sepeda yang melaju sampai melewati jalan satunya. Hingga nampak seorang bocah ketar ketir melihat sepeda melaju tanpa pesepedanya. Itu gelak tawakku sesaat. Sang bapak justru terlihat sibuk mengutak utik benda yang ada di tangannya.

“Pak, bapak tidak apa apa?” Tanyaku dengan suara agak keras.

“Aku tidak apa apa nak, tapi jam tanganku kayaknya bermasalah” jawab bapak dengan nada lemah.

Bapak itu tidak menghiiraukan sepedanya yang di sebelah jalan. Dia hanya peduli dengan jam tangan.

“Lihat nak, kemari” dia memintaku untuk melihat jam tangannya. Dia menanyakan, “apa benar ini jam 6.30 petang?” “salah pak, waktu ini masih pagi, jam 08.00“ jawabku cepat sambil melihat jam di handphone.

Dia termenung sesaat “Ah, gak mungkin. Handphone kamu jadul” dia agak membela jam tangannya.

“Jam tanganku ini produk luar negri” sambung bapak sambil menunjukan jam tangan yang terdapat tulisan made in china. Padahal handphone jadulku juga made in china. Jam tangannya mungkin sempat terbentur benda keras ketika dia jatuh sehingga bermasalah. Dia tidak percaya, jam yang dibeli dengan harga melebihi sepedanya itu rusak. Anehnya, dia menggerutu “orang hari udah gelap kok, dibilang jam 08.00 pagi, dasar bocah !”.

Lekas dia berjalan menuju sepedanya yang disebelah jalan, dia pun masih memegang jam tangannya.

Hari menunjukkan pukul 08.20, waktu yang semakin membuat aku terlambat. Aku segera bergegas menuju sekolah. “Woy, bocah. Mau kemana? Kemari ” Ternyata bapak itu memanggilku.


Aku tak menhiraukan bapak yang sibuk dengan jam tangannya, tetapi bapak itu memanggilku berkali kali. Jadi aku terpaksa mendekatinya. Bapak itu justru menyerahkan jam tangannya kepadaku. Dia menceritakan bahwa jam tangannya yang membuat hidupnya tak menentu, karena terlalu mengatur waktu.

Dia bercerita, jam tangan itu adalah pemberian sang ibu yang sangat dicintainya. Dia yang sering terlambat kerja. Hampir setiap hari dia kena marah dari bosnya. Teman temannya pun mengejeknya dengan sebutan “Londog”.

Dia juga bercerita bahwa temannya pernah mengejek dengan kata “Londog” dalam urusan mendekati perempuan. Dengan ekspresi menjijikan bapak itu berkata “Sakitnya Tuh disini”. Banyolan bapak itu membuat aku lupa dengan sekolahku.

Sesudah mendengarkan cerita bapak itu, aku bergegas pergi dengan mengkayuh sepeda lebih cepat. Sampailah di sekolah, sekolah yang terlihat indah dari depannya saja. Sekolah dengan luas 22 hektar dengan 4 jurusan yang ada. Aku menyusup dari samping, lewat terobosan jalan yang sudah biasa dilalui siswa terlambat.

kamu telat lagi? Ini jam berapa? Tanya bapak munar yang langung menyambutku didepan ruangan. Jam 09.00 pak, Jawabku. “Mana jam kamu?” lanjut pak munar, aku menunjukan jam tangan pemberian bapak itu tadi, Jam Londog namanya.

Pak munar melihat jam tangan dan sambil memegang brewoknya pak munar tersenyum dan memperbolehkan aku untuk pulang lebih cepat dari teman temanku

huah, si brewok menunjukan taringnya. Begitulah panggilan ketua jurusan yang terkenal galak dan mempunyai brewok lebat. Pak munar adalah ketua jurusan. Dia sangat disiplin daripada guru guru lain di jurusannya.

Ya, waktunya pulang gasik. Dengan raut muka yang senang, Aku mencoba melangkah lebih jauh dari sekolah. Belum lama mengkayuh sepeda, rantai sepedaku lepas. Oh, nasibku.

Aku menepi dan memcoba memperbaikinya. Setelah beberapa menit, akhirnya jadi. Eh tiba tiba ada nenek nenek memanggil. “Nak, itu jamnya Londog?” Dengan sedikit bingung aku jawab “ini memang jamnya Londog, kok nenek tahu?” Dengan sigap nenek menjawab “Aku ini ibunya nak”.

Oh, ternyata nenek itu adalah ibunya bapak yang memberi jam tangan tersebut. Bapak itu memang sering dipanggil londog, bahkan oleh ibunya. Karena nenek itu memintanya lagi, jadi aku kasih jam itu. Mungkin Jam itu berharga bagi nenek itu sehingga diminta kembali. Kemudian, aku melanjutkan perjalanan pulang tanpa jam Londog.




Thursday 21 May 2015

PUISI "Sakit Selangkangan"

Sakit itu modal hidup, hidup dalam ranjang reot.
Tak peduli insan, tak pula iman.
Hidup tetap nyaman di tengah selangkangan
Selangkangan dari Tuhan kekinian

Sejauh pikiran menangkap guna berkhayal
Sunyi, senyap berharap harap
Kelalaian akal jadi peluang
Meniup risih suasana selangkang

Tak tahan lama, tak ada guna
Menahan sakit di ranjang
Di antara selangkangan yg tak kompak
Menguji batang kokoh berambsisi

Lama, terlalu lusuh ditahan
Kembang jangar sudah mekar
Sela selangkang yg tak longar longar
Ya sudah, biar jadi pendekar yang tegar


Jeblogan, 21 Mei 2015
Arti dari puisi diatas bisa ditanyakan kepada saya melalui email atau via sms. Lihat saja di halaman kontak. Trima kasih


Proudly present : Bizarlduxisme Indenpendent

Monday 4 May 2015

3 Hari yang Dilupakan Warga Indonesia

Kala seorang adik mempertanyakan kenapa 3 hari lalu libur berturut turut? "Mas, kok belajarnya libur?, kata mas belajar ga ada liburnya?" Begitu saya mendengar pertanyaan bocah mungil usia 5 tahun, saya justru langsung bertanya kepada diri saya. Bukan malah langsung menjawab slentikan kecil dari bunga hidupku itu.

Saya dituntut untuk tidak memberi jawaban klasik, saya berpikir sambil memeluknya. Pelan pelan saya menjawab "Begini de, Hari ini bapak dan ibu serta warga desa kita libur bekerja, mereka ingin istirahat karena mereka ingin upacara di kecamatan besok"

Kala itu pagi hari, banyak warga yang berangkat untuk bekerja menggarap sawah orang kaya. Lantas ia membelalak ke arah pandangan itu dan bertanya lagi "Kok, mereka tidak libur? hanya bapak dan ibu? Gamang pikiran, saya gagal menjawab.

Helai nafasku taham sebentar. Mungkin kebetulan adik saya memakai baju TK yang terdapat lambang pendidikan Indonesia. Saya lihatkan pada adik saya, "kamu tahu lambang ini?" Adiku cepat menjawab bahwa lambang itu adalah lambang pendidikan Indonesia dengan slogan "Tut wuri handayani". Tidak hanya itu, adik menjawab dengan lengkap.

Anak anak TK memang harus dibekali hafalan seperti itu, dan beruntunglah ketika mereka dewasa memahaminya. Dengan riangnya ia mengkorelasikan dengan pertanyaan sebelumnya "Apa hubungannya mas?, Besok, kata bu guru juga upacara kok katanya HARDIKNAS mas?

Pertanyaan ini mungkin lebih mudah, pikirku, "Mas juga upacara besok, (Nyatanya saya tidak upacara dan birokrat tempatku membilas dengkul memindah jadwal upacaranya) Kita semua wajib memperingati Hari Pendidikan Nasional, termasuk mereka yang kerja disawah saat ini. Adiku tak melanjutkan pertanyaannya, ia keluar di panggil temannya.

"Ing ngarso sung tulodho., ing madyo mangun karso, tut wuri handayani" begitulah lengkapnya tutur dari Bapak Pendidikan Negri ini, Ki Hajar Dewantoro. Ucapan itu sempat diucapkan dengan lantang oleh adik. Begitu juga banner banner online yang menjadi headline media.

Hari jum'at dan sabtu saya lewati dengan tidak peduli dengan alam. saya tidak enak badan. Saya hanya melihat perkembangan alam yang fana ini dari media sosial. Ketika saya melihat beranda, saya mendapati tulisan menarik perhatian "Hidup ini hanya dikelola oleh regulasi orang idiot dan medianya orang kolot"

Saya tertawa lepas, kemudian pada tulisan berikutnya, ia menuliskan kritik pada media "Hay media kolot, kau sudah lupa hari lahirmu" Tulisan ini menjadi saya penasaran. Saya berkomentar dan menanyakan "Emang media kolot lahir tanggal berapa?" Beberapa menit ia menjawab "Hari ini, hari pers Internasional" Dengan jawaban itu saya paham dan berhenti berkomentar.

Itulah 3 hari yang terlupakan, hari peringatan untuk kita semua, buruh, pendidikan dan pers. Mungkin dari sekilas tulisan diatas kalian paham. Mereka lupa pada posisinya, mereka selalu diarea buta (Blind area), termasuk saya yang menulis.

Mereka yang bekerja disawah bukan petani, mereka buruh. Mereka yang di gedung sekolah bukan guru, tapi PNS (Pegawai Non Sosial) yang tidak sepenuhnya mengabdi. Para punggawa media kolot itu juga bukan penyampai kebebasan, tapi mereka mengurung kebebasan kita.

Ludbizar, awal mei 2015

Tuesday 28 April 2015

Daftar Bupati atau pemimpin yang pernah menjabat di Kabupaten Banyumas, Indonesia

Banyumas adalah kabupaten yang lahir atau berdiri pada tahun 1582 yang lalu. Banyumas beribukota di Purwokerto, dulu sebelumnya di Banyumas. Luas wilayah Kabupaten Banyumas sekitar 1.327,60 km2 atau setara dengan 132.759,56 ha, dengan keadaan wilayah antara daratan dan pegunungan dengan struktur pegunungan terdiri dari sebagian lembah Sungai Serayu untuk tanah pertanian, sebagian dataran tinggi untuk pemukiman dan pekarangan, dan sebagian pegunungan untuk perkebunan dan hutan tropis terletak di lereng Gunung Slamet sebelah selatan.

Banyumas terkenal sekali dengan ngapaknya dengan budaya yang khas banyumas. Namun kalian tahu siapa si yang pernah menjadi pemimpin atau bupati banyumas. Baca daftarnya dibawah ini


  1. R. Joko Kahiman, Adipati Warga Utama II (1582-1583)
  2. R. Ngabehi Merta Sura (1583-1600)
  3. R. Ngabehi Merta Sura II, Ngabehi Kalidethuk (1601 - 1620)
  4. R. Adipati Mertayuda I, Ngabehi Bawang (1620 - 1650)
  5. R. Tumenggung Mertayuda II, R.T. Seda Masjid/R.T. Yudanegara I (1650-1705)
  6. R. Tumenggung Suradipura (1705 - 1707)
  7. R. Tumenggung Yudanegara II, RT. Seda Pendapa (1745)
  8. R. Tumenggung Reksa Praja (1749)
  9. R. Tumenggung Yudanegara III (1755) kemudian diangkat menjadi Patih Sultan Yogyakarta dan bergelar Danureja I
  10. R. Tumenggung Yudanegara IV (1780)
  11. R. Tumenggung Tejakusuma, Tumenggung Keong (1788)
  12. R. Tumenggung Yudanegara V (1816)
  13. Kasepuhan : R. Adipati Cokronegara (1816 - 1830) Kanoman: R. Adipati Broto Diningrat (RT. Martadireja)
  14. R.T. Martadireja II (1832 - 1882) kemudian pindah ke Purwokerto (Ajibarang)
  15. R. Adipati Cokronegara I (1832 - 1864)
  16. R. Adipati Cokronegara II (1864 - 1879)
  17. Kanjeng Pangeran Arya Martadiredja III (1879 - 1913)
  18. KPAA Ganda Subrata (1913 - 1933)
  19. RAA. Sujiman Gandasubrata (1933 - 1950)
  20. R. Moh. Kabul Purwodireja (1950 - 1953)
  21. R.E. Budiman (1953 - 1957)
  22. M. Mirun Prawiradireja (30 Januari 1957 s/d 15 Desember 1957)
  23. R. Bayu Nuntoro (15 Desember 1957 - 1960)
  24. R. Subagyo (1960 - 1966)
  25. Letkol Inf. Soekarno Agung (1966 -1971)
  26. Kol. Inf. Pudjadi Jaring Bandayuda (1971 - 1978)
  27. Kol. Inf. RG. Rudjito (1978 - 1988)
  28. Kol. Inf. Djoko Sudantoko, S.Sos. (1988 - 1998)
  29. Kol. Art. HM. Aris Setiono, S.H., S.I.P. (1998 - 2008)
  30. Drs. H. Mardjoko, M.M. (2008 - 2013)
  31. Ir. H. Achmad Husein (2013 - sekarang) 
Demikian daftar bupati yang pernah memimpin banyumas sampai sekarang, 2015. Semoga bermanfaat dan bisa menjadi pengetahuan kalian, terutama orang banyumas.

Saturday 25 April 2015

Bumbu Sentong

Bumbu Sentong

Oleh Ludbizar

Bumbu bumbu kehidupan didalam sentong
Sudah habiskah untuk membumbui hidup ini
Bumbu makna sumber kehidupan manusia
Bumbu yang ada di mbritan rumah
Masih kah tertanam rapi?
atau sudah terpagar rasa ketagihan?
Bumbu dari luar yang beraji

Kunir, kuning yang melekat dijidad
Jidad bayi yang belum ada jatidiri
Kencur, bau segar dari anak anak
Anak-anak penerus blakasuta
Jahe, rasa hangat dari pemuda satria
Satria pelindung serayu dan slamet
Serta isi dari hakikat bumi yang gemah

Rantai budi yang mulai seret
Tak lagi melaju sesuai hakiki
Ambang khayal bersua "better"
Dari deretan penandu sipanji
Sudahkah mencicipi bumbu yang ada?
Bumbu yang masih melekat di jidat?
Cobalah, selagi masih jadi satria


***Puisi ini dibuat khusus untuk Banyumas yang kini berumur 433 tahun.