Bibi dan Buku (bibu)
Oleh Ludbizar*
Abu-abu menghibur pagi, menampung
derajat kegirangan orang orang yang menyapa kemenangan. Lupa memandang awan, hari ini menyisihkan
sebagian kebahagian di hari kemenangan. Bara semangat tidak beku meski udara
dingin menguasai hari ini.
Gerak bibir manis mereka memudarkan
kegelisahanku dan bibi dari gubuk kecil. Puluhan wajah baru sepanjang hari
dengan pakaian rapi, mendatangi kami. Mereka adalah orang-orang yang sedang
merayakan kemenangan. Berbeda dengan kami yang selalu berteduh di gubuk dengan
harapan besar ada seorang yang mau berbagi kemenangan dengan kami.
Mereka berkata “minal aidzin wal
faidzin, mohon maaf lahir batin, ” sempat
bertanya pada sang bibi “itu siapa bi?” Tanyaku lugu, bibi menjawab mereka
adalah saudara kita, yang akan membantu kita. Bibi selalu menuliskan kalimat di
buku kecil, bibi melakukannya agar aku paham jawaban bibi. Walau seperti bibi
tidak pernah mendengarkanku, tetapi, bibi selalu menulis dibuku kecil dengan
pensil untuk menjawab setiap pertanyaanku. Bibi tidak pernah mengabaikan
pertanyaanku.
Dunia sunyi, memperjelas keadaanku yang
sehari hari di kursi berayun. Aku bergerak kala bibi disampingku, menyuapiku dan
memandikanku. Kesendirian, membuat rasa penasaran untuk meramaikan perbedaanku
diluar sana.
Aneh, setiap sore aku makan, dan pagi
buta. Aku dibangunkan untuk melahap sedikit
jerih payah bibi. Namun, pagi itu bibi memberiku semangkuk ketupat dan ayam.
Pagi yang cerah dan tidak biasa dengan banyak orang lalu lalang menghampiri.
Karena heran, aku pun bertanya pada bibi.
“kenapa bibi memberikan aku makan pagi hari?” tanya aku. Tak lupa bibi
merangkai aksara untuk aku lewat buku kecilnya, sekalipun saya membaca masih
terbata.
“ini adalah pintu keluar, pintu keluarnya cahaya dari kegelapanmu, nak”.
Aku bingung dengan penjelasan bibi.
Lantas aku mencoba menunjuk gerombolan anak yang sedang bermain,
“bibi sedang apa mereka?, kenapa mereka menutup telinga setelah melemparkan
benda itu?”
lewat buku kecil, bibi menjawab bahwa mereka sedang bermain petasan.
Entah apa yang ingin aku mengerti, keadaan ini seperti pernah aku alami.
Apalagi ketika mereka berlarian. Aku ingin sekali mengikuti mereka tetapi,
dayaku hanya bisa melihat dipundak bibi. Aku tidak tega menyuruh bibi mendekati
mereka.
Melihat mereka, aku kebingungan. Bibi
menyodorkan bukunya ”bibi lelah nak, ayo kita masuk dan istirahat”. Bibi
tersenyum cerah walau harus menahan berat badanku di pundaknya. Bibi pun segera
masuk, dan menaruh aku ke tempat biasa, kursi berayun buatannya. Sambil
berayun, aku merasakan keindahan hari ini. Meski aku bingung dengan
kehidupanku.
Tiba tiba muncul laki laki berkaca mata.
Dia masuk dan mengelus rambut kumalku sambil tersenyum. Walau aku tidak mengenal,
aku pun membalas senyumnya. Laki laki sepertinya mencari bibi. Dia
bertatap muka lama dengan bibi. Aku juga menatap mereka berharap aku tahu
keadaannya. Setelah lelaki itu pergi, bibi mendekatiku. Menyodorkan buku kecilnya
“besok bibi mau pergi cukup lama, kamu hati hati dirumah ya? Bibi mau bertemu
dengan seseorang yang akan menolong kita”. Aku pun mengangguk dengan sedikit keberatan.
Malam hari, bibi tidur disebelahku
sambil memeluk erat tubuhku. Aku berdoa, semoga bibi kuat merawatku sampai aku
besar nanti. Sunyinya malam aku lewati, tak lupa melafalkan doa doa umtuk bibi.
Pagi buta bibi belum terbangun, masih terlelap. Hari ini tidak seperti biasanya,
kala aku dibangunkan bibi untuk melahap makanan.
Sampai pagi aku hanya terlelap beberapa
waktu yang tidak lama. Bibi sudah terbangun dengan pekerjaan ringan yang rutin.
Menyapu dan mencuci. Bibi melirikku dengan senyum.
tanpa jeda, aku langsung menanyakan kepergiannya.
“bi, katanya bibi mau pergi? Pergi kemana? Aku tidak diajak.”
Dengan sabar aku menunggu bibi menjawab lewat buku kecil yang hampir penuh.
“Bibi pergi sebentar lagi, setelah memandikanmu nak. Bibi pergi ke rumah laki
laki yang kemarin datang. Bibi tidak mau kamu kenapa kenapa. Jadi, kamu lebih
baik tinggal disini, disana banyak orang jahat, baik baik ya” Bibi menatapku,
dan meneteskan air matanya sambil memelukku. Sekalipun diusap, bibi terlihat
sedih. Mungkin agar aku tetap bahagia di matanya.
Bibi pun pergi dengan mata cerah dan wajah sumringah. Aku berpikir, apakah bibi
akan meninggalkanku selamanya? Dalam benakku, mungkin bibi akan diberi batuan
oleh laki laki itu. Bibi tidak akan meninggalkan aku. Tetapi, Aku menangis
deras takut bibi benar-benar meninggalkanku.
Beberapa waktu tangisku berhenti. Sekelompok orang datang memakai baju putih
panjang. “Ada apa ini?” Sejenak berpikir, mungkinkah bibi mengalami nasib
serupa. Aku menjerit memanggil bibi.
“Bibi, bibiii, bibiiiii....!!! ” mereka membawaku dalam sebuah mobil berwarna
putih. Aku tidak bisa melawan, hanya jeritan yang diabaikan oleh mereka. Mereka
menutup mulut dan hidungku sampai aku
tidak
sadar.
Dalam ruangan kecil dengan sebuah tempat tidur, aku sadar. Ruangan aneh yang
baru aku lihat. Aku langsung teringat bibi
“bi, bibi dimana? Apakah bibi benar benar meninggalkanku”. Ucap aku
Datang seorang laki laki, dia adalah orang yang dituju oleh bibinya sebelum
meninggalkanku. Aku langsung bangun dengan setengah badan.
“hey, dimana bibiku ?!” bentak keras aku kepada laki laki itu.
Dia tidak menjawab, “apakah kamu tidak mendengarkanku ?! katakan !” tambah aku.
“Cepat, katakan !! meninggi.
Sontak, dia menunduk dan meneteskan air matanya.
Aku pun bingung ditengah nada tinggiku dan terengah engah. Dia memberikanku
sebuah buku kecil, buku milik bibi.
“dimana bibi? Kenapa buku bibi ada di kamu?” Sambil menarik tangan laki laki
itu.
“bibimu menitipkan sebuah buku kecil kepadaku untuk kamu, dia memberikan pesan
untukmu dihalaman terakhir bukunya” kaget aku, aku bisa mendengar jelas suara
dari dia berbicara. Aku sadar kenapa bibi menuliskan ucapannya di buku itu.
dia meneruskan pembicaraannya bahwa bibiku yang sangat baik itu memberikan
jantungnya kepada istriku, dia berpesan kepadanya “ nanti kalau istrimu sembuh
dengan jantungku, mohon anda mau mengobati telinga dan kaki Qonat serta
merawatnya sebagai anaknya” dia menyetujuinya.
Ternyata namaku Qonat. Aku diam, lemas
dan menangis sambil memeluk erat buku kecil bibi. Aku kehilangan orang yang sangat
menyayangiku. Sekalipun aku mendapatkan hidup baru, aku merasa bersalah dan
berhutang budi kepada bibi yang telah merawatku
sampai sekarang ini.
Laki laki itu mendekat, lalu memelukku “
nak, sudah nak. Bibimu sudah tenang dan bahagia disana, apalagi kalau kamu
berhenti menangis” laki laki itu juga menjelaskan Qonat adalah pemberian nama
bibimu. Bibimu mengadopsimu dari seorang ibu yang telah meninggal karena
kecelakaan didekat gubuk bibimu.
“Semakin jelas bahwa aku bukan siapa
siapa. Tetapi Tuhan memberikan aku orang orang yang sangat baik disekelilingku”
ucap aku dalam isak tangis
“Aku sadar, betapa besar pengorbanan bibi terhadapmu. Aku juga berutang budi
terhadap bibimu, aku akan merawatmu seperti anakku sendiri nak” tanggap laki
laki itu yang juga menangis.
Isak tangis terhenti, aku ingin membaca
pesan terakhir dari bibi,
“Nak, maafkan bibimu nak
bibimu tidak bisa menepati janji untuk merawatmu.
tetapi, bibi akan menemanimu sampai kapan pun
bibi kasihan kepadamu yang tidak bisa mendengar dan berjalan
bibi sering menangis tengah malam meratapi kesedihanmu nak
bibi tidak tega, melihatmu menderita
jadi, bibi putuskan untuk mendonorkan jantung ke yang membutuhkan
bibi membuat perjanjian,
kalau sembuh, keluarganya akan mengobatimu dan merawat seperti anak kandungnya.
jika kamu membaca surat ini, ini jadi pesan terakhirku nak
semoga kamu baik baik saja
berbahagialah dengan kehidupan barumu nak
aku sangat menyayangimu, Qonat.”
Derai air mata tidak bisa aku tahan,
menghadapi kenyataan seperti ini. Suara, kaki dan buku kecil ini jadi saksi
betapa mulia bibi. Aku janji akan mendoakan bibi, memanfaatkan kehidupan baruku
agar tidak sia sia. Bibi, bibi, bibi yang sangat aku sayangi.
Setelah pulih, aku hidup bersama orang
tua angkatku, mereka menerima dan menyayangiku. Namun, tidak jarang aku
mengunjungi makam bibi yang dimakamkan didalam gubuk yang dulu bibi tinggali
bersamaku. Saya membiarkan gubug itu tetap utuh dengan kursi berayun yang aku
gunakan waktu itu.