Monday 4 July 2016

Dialog Teras Rumah - Si Polan bawa nyawa dalam amplop

Juguran di teras rumah lebih membudaya dari pada juguran di masjid sambil mengulas habis kitab suci. Setiap malam warga baik bapak atau ibu ibu selalu berdialog di teras rumah membahas persoalan HOT di linkungan. Kata mereka, inilah salah satu komunikasi sosial yang paling tepat dalam mempererat persaudaraan di kampung, selain gotong royong. Adanya dialog sehat tiap malam menjadi pandangan tersendiri masyarakat terhadap masalah yang ada daripada menonton TV, karena esensinya sama membahas masalah yang lagi rama saat ini. Kita juga punya pendapat, timpalnya (Warga-red).

Suatu malam yang seperti biasa, beberapa warga mulai kumpul setelah melaksanakan 23 rakaat dengan cepat, lainnya terus berdatangan. Mereka mulai membahas apa saja yang sudah dilakukan dan dirasa itu perlu diungkapkan. Warga bergantian mengeluarkan ungkapan hingga tiba saat titik temu topik yang cocok untuk dibahas oleh warga yang duduk diteras rumah. Setiap malam seperti itu, meski hujan, mereka tetap dialog.

Suatu kejadian ada si tuan polan bawa keranda kosong

Malam malam lain sudah terjadi seperti biasa, tetap malam lalu ada dialog menarik ketika polan datang dengan tugas membawa keranda kosong untuk menjemput nyawa. Ya, sebuah amplop putih berisi daftar nama manusia yang sudah meninggal, mereka akan didoakan dengan syarat rupiah seikhlasnya. Hal itu sudah biasa terjadi ketika ada acara besar keagamaan.

Polan datang sedikit malu karena beberapa orang langsung menatapnya, nampaknya polan adalah utusan pertama dari atasannya. 

"Maaf, pak, bu, saya mau membagikan khaul " ucapan polan sebagai sambutan kepada beberaoa warga yang sedang asyik berdialog.

Salah satu warga menjawab dengan ramah "Ya sini, duduk dulu, dari mana dan untuk apa?"

"saya diutus dari ponpes .... untuk acara menyambut hari raya" jawab polan lugu sambil menyerahkan amplop putih berisi daftar nama

"Ini diisi sekarang atau kamu mau ambil lagi besok?"

"Sekarang boleh, besok juga boleh"

"Oh, iya, kalau saya sekarang aja gimana tapi saya ga bawa uang?" salah satu warga nampaknya menguji si polan yang baru pertama kali

Si polan bingung, mau jawab apa, karena pesan sang guru agar setidaknya bisa sambil mengumpulkan dana untuk kegiatan lain.

Polan tahu, mereka sedang menguji keikhlasan dirinya, dia mengangguk sambil memberi pena yang dipegangnya.

Warga yang sedang mengisi daftra nama itu sambil bicara " Nanti siapa yang mau doain?"

"Pak kyai dan jajarannya, pak" jawab polan

"Mas, saya besok aja ya, saya ga bawa uang cukup untuk mengisi amplop" sahut warga lainnya.

"Iya ga papa pak, saya datang lagi" jawab polan sambil menengok ke arah warga yang menyahut tadi

Polan mengambil amplop yang sudah terisi nama nama mayat yang akan didoakan. Lalu polan beranjak, dan pamit. Namun warga yang mengisi daftar nama tiba tiba memegang pundak polan.

"Mas, ini uangnya, tetapi ini uang untukmu, bukan untuk nyawa yang sudah saya tulis"

Polan bingung lagi, sambil geleng geleng kepala, dia tidak mau. Dia seperti ketakutan akan hal tersebut. 

Lalu orang tiu menjelasnkan, "ini uang untukmu, saya sedekah kepada anda sebagai rasa terima kasih, trima saja,"

"Kalau saya ngisi uang dalam amplop, walau saya ikhlas, tetapi saya tidak meminta doa yang berbayar, tidak mau"

"kalau sodakoh, saya rasa boleh boleh saja tidak aturannya seperti zakat dll"

Akhirnya dia menerima dan berterima kasih, dan pulang ke rumah guru.

Itulah seceblek kejadian kemarin sore. Jangan tanggapi dengan hal macam macam. Ini sebuah bahasan yang jelas untuk melakukan metode yang lebih baik lagi.