Thursday 21 May 2015

PUISI "Sakit Selangkangan"

Sakit itu modal hidup, hidup dalam ranjang reot.
Tak peduli insan, tak pula iman.
Hidup tetap nyaman di tengah selangkangan
Selangkangan dari Tuhan kekinian

Sejauh pikiran menangkap guna berkhayal
Sunyi, senyap berharap harap
Kelalaian akal jadi peluang
Meniup risih suasana selangkang

Tak tahan lama, tak ada guna
Menahan sakit di ranjang
Di antara selangkangan yg tak kompak
Menguji batang kokoh berambsisi

Lama, terlalu lusuh ditahan
Kembang jangar sudah mekar
Sela selangkang yg tak longar longar
Ya sudah, biar jadi pendekar yang tegar


Jeblogan, 21 Mei 2015
Arti dari puisi diatas bisa ditanyakan kepada saya melalui email atau via sms. Lihat saja di halaman kontak. Trima kasih


Proudly present : Bizarlduxisme Indenpendent

Monday 4 May 2015

3 Hari yang Dilupakan Warga Indonesia

Kala seorang adik mempertanyakan kenapa 3 hari lalu libur berturut turut? "Mas, kok belajarnya libur?, kata mas belajar ga ada liburnya?" Begitu saya mendengar pertanyaan bocah mungil usia 5 tahun, saya justru langsung bertanya kepada diri saya. Bukan malah langsung menjawab slentikan kecil dari bunga hidupku itu.

Saya dituntut untuk tidak memberi jawaban klasik, saya berpikir sambil memeluknya. Pelan pelan saya menjawab "Begini de, Hari ini bapak dan ibu serta warga desa kita libur bekerja, mereka ingin istirahat karena mereka ingin upacara di kecamatan besok"

Kala itu pagi hari, banyak warga yang berangkat untuk bekerja menggarap sawah orang kaya. Lantas ia membelalak ke arah pandangan itu dan bertanya lagi "Kok, mereka tidak libur? hanya bapak dan ibu? Gamang pikiran, saya gagal menjawab.

Helai nafasku taham sebentar. Mungkin kebetulan adik saya memakai baju TK yang terdapat lambang pendidikan Indonesia. Saya lihatkan pada adik saya, "kamu tahu lambang ini?" Adiku cepat menjawab bahwa lambang itu adalah lambang pendidikan Indonesia dengan slogan "Tut wuri handayani". Tidak hanya itu, adik menjawab dengan lengkap.

Anak anak TK memang harus dibekali hafalan seperti itu, dan beruntunglah ketika mereka dewasa memahaminya. Dengan riangnya ia mengkorelasikan dengan pertanyaan sebelumnya "Apa hubungannya mas?, Besok, kata bu guru juga upacara kok katanya HARDIKNAS mas?

Pertanyaan ini mungkin lebih mudah, pikirku, "Mas juga upacara besok, (Nyatanya saya tidak upacara dan birokrat tempatku membilas dengkul memindah jadwal upacaranya) Kita semua wajib memperingati Hari Pendidikan Nasional, termasuk mereka yang kerja disawah saat ini. Adiku tak melanjutkan pertanyaannya, ia keluar di panggil temannya.

"Ing ngarso sung tulodho., ing madyo mangun karso, tut wuri handayani" begitulah lengkapnya tutur dari Bapak Pendidikan Negri ini, Ki Hajar Dewantoro. Ucapan itu sempat diucapkan dengan lantang oleh adik. Begitu juga banner banner online yang menjadi headline media.

Hari jum'at dan sabtu saya lewati dengan tidak peduli dengan alam. saya tidak enak badan. Saya hanya melihat perkembangan alam yang fana ini dari media sosial. Ketika saya melihat beranda, saya mendapati tulisan menarik perhatian "Hidup ini hanya dikelola oleh regulasi orang idiot dan medianya orang kolot"

Saya tertawa lepas, kemudian pada tulisan berikutnya, ia menuliskan kritik pada media "Hay media kolot, kau sudah lupa hari lahirmu" Tulisan ini menjadi saya penasaran. Saya berkomentar dan menanyakan "Emang media kolot lahir tanggal berapa?" Beberapa menit ia menjawab "Hari ini, hari pers Internasional" Dengan jawaban itu saya paham dan berhenti berkomentar.

Itulah 3 hari yang terlupakan, hari peringatan untuk kita semua, buruh, pendidikan dan pers. Mungkin dari sekilas tulisan diatas kalian paham. Mereka lupa pada posisinya, mereka selalu diarea buta (Blind area), termasuk saya yang menulis.

Mereka yang bekerja disawah bukan petani, mereka buruh. Mereka yang di gedung sekolah bukan guru, tapi PNS (Pegawai Non Sosial) yang tidak sepenuhnya mengabdi. Para punggawa media kolot itu juga bukan penyampai kebebasan, tapi mereka mengurung kebebasan kita.

Ludbizar, awal mei 2015