Thursday 15 October 2015

Air itu Jatuh

Puisi tentang Hujan "Air itu Jatuh"

ilustrasi/majalahsakinah.com
Kusebut air yang menetes itu tangis
Mengalir melewati cembung pipi
Membekas di wajah kusam pasi
Air itu jatuh

Kusebut air  yang menetes dari pohon itu embun
Menetes pada daun ke daun lainnya
Tetesannya membekas pada daun penuh debu
Air itu jatuh, lagi

Kusebut air yang menetes dari langit itu hujan
Menetes tak hingga ke bumi
Karunia Tuhan yang dirindukan
Air itu jatuh, kapan?

 ------------------------------------------------------

Passage

--------------------------------------------------------
ku kira ini hujan, ini cuma tetesan doa petani
ku kira ini suara hujan, ini suara sumur air dangkal
ku kira ini guntur, ini suara ranting pohon jatuh

Anak itu pakai payung,
Anak itu kakinya belepotan dan basah
Anak itu kencing dicelana
------------------------------------------------------
Terik mentari yang binar makin meranggas pepohonan. 
Pepohonan yang tak lama akan gering dan mengering.
Tapi wajah langit tak sedikit pun cemas, 
wajahnya cerah terus hingga nanti.

Mungkin langit lagi senang melihat bidadari mandi di sungai.
Tiap pagi dan sore bidadari berduyun duyun turun ke sungai, membawa sandang kotor. 
Mungkin juga langit senang melihat para pengguna pawon yang kian aktif, ublek !

Wednesday 14 October 2015

Tak keluh-puisi diri untuk diri sendiri

Hingga pagi ini dan sampai aku tak menemukan pagi,
Tuhan pasti tidak mengatakan
siapa yang melempar aku ke ruang rasa yang tak berbatas,
Aku rasa ini karunia, Aku pikir ini dunia.

Dunia,,
Pagi ini tidak ada sebilah kata satu pun untuk memukulmu.
Pagi ini begitu lesu membuat tersayup sayup di tempat tidur.
Kian membosankan dengan segala pekerjaan di depan komputer.
Mata keruh sulit menghadapi terang diluar sana.
Diluar yang penuh fatamorgana kehidupan.
Mungkin disinilah kenyataan, didalam kegelapan,
karena didalam kegelapan aku bisa melihat siapa yang putih dan siapa gelap,
siapa yng terang dan siapa yang redup.

Mungkin dengan Secangkir kopi ini akan kucukupkan bersama senja,
bersama anak anak kecil yang riang mengenakan pakaian beribadah.
Puji syukurku sebagai bagian darimu,
wahai kalian anak anak yang telah ditinggalkan bapak ibumu.

Ibu,
Biarkan saja gelap menelanmu hari ini lebih cepat
Aku masih disini, memandangmu dengan jelas
Karena lelahmu bersinar diantara keringatmu yang masih mengalir
Nyamanlah disampingku, malam ini dan malam malam yang lain.

Aku,
Lama lama bisa ku pukul bayanganmu
Bayanganmu membuat lamur akalku
pergilah, bermain dengan hayal
jengahlah pada cita yang sudah melambai
Pergilah
Malam ini aku akan bermalam dengan tenang
Menyibak bersih hayal dengan doa
Sudahlah tidur,
sepotong malam ini akan kusimpan.
Biarkan saja lampu lampu taman sendirian.
Jangan sampai cahaya menyibakku esok hari.

Katanya Kita adalah Dajjal

Dunia ini masih dipenuhi manusia yang sedang membabi buta dengan segala jurus andalan untuk menaklukan satu sama lain. Orang islam bilang kiamat sudah dekat, salah satu tanda kiamat ada manusia bermata satu yang mengaku Tuhan. Katanya, punya segalanya bak Allah SWT (Tuhan Islam).

Dajjal-islam-milenium.blogspot.com
Rumangsa manusia memiliki akal sehat, rasa dan karya sudah sepantasnya lebih bagus dari dajal. Lho kenapa? Pikirlah sendiri dengan akal sehat, rasakan dengan jiwa yang tenang dan bertindaklah layaknya manusia. Ojo koyo celeng(babi hutan) nek wis mlayu angel belok.

Kita, manusia punya mata lebih banyak. Dua mata yang seimbang, ora dendek duwur, nganti ana mata hati, mata kaki lan mata iwaken. Dibanding dajal, rupanya saja tidak jelas, matanya cuma satu. Mereka (muslim) pada ketakutan jika melihat mata satu. Mata satu itu orang cacat yang harus dikasihani. Mari mengkaji ulang dengan pemberian karunia Tuhan yang tak habis habis, mikir !

Lalu siapakah dajal? Tidak seorang pun tahu katanya, tetapi muslim menunjuk saudaranya kafir, mengatakan syiah itu pengikut dajjal. Lho katanya yang mengatakan kafir ke orang lain, maka orang itu kafir juga. Dajjal dong? ora bisa ndelok karo mata normal, siji tok !

 Dajjal adalah seorang tokoh dalam eskatologi Islam yang akan muncul menjelang kiamat. Ya begitu, mungkin saja saya, kau dan mereka dajjal, dan kalian pengikutnya. Salah seorang yang akan menjadi tokoh bermata satu dunia yang tidak memandang kebenaran, kesadaran dan keikhlasan.

Kita biarkan kemunafikan, kesombongan membumbung dada kita. Kita buang jauh jauh kebenaran, mengucilkan mereka yang benar benar menjadi manusia. Kita bela kelicikan, kedengkian sebagai karakter abadi dalam diri kita.

Lalu mengapa merasa dipihak benar, padahal salah, lalu mengapa kita merasa dipihak yang baik, padahal kita buruk. Sama saja kita bermata satu, DAJJAL !!!

Monday 12 October 2015

Aku dan Kotak

ilustrasi
Hujan mengguyurku saat pulang menggendong pengetahuan. Saat tiba dirumah, tubuhku terbaring lemas di atas ranjang. Aku meringik sembari memegang dadaku yang lembek. Sore ini keluarga begitu cemas menyandangku. Terlebih ibuku, setiap detik tak memalingkan mata belainya yang tulus. Beribu doa telah terucap untuk menyelamatkan satu-satunya anak yang tersisa. Sang pemberi asi gamang padaku, kehilanganku. Aku paham perasaan ibu, sorot kecemasan yang menyilau. Matanya begitu sayu, tak berseri.

Sore ini hujan mulai deras. Aku ingin duduk bersandar sambil memandang sebuah kotak yang lusuh, kecil, seperti sebuah hadiah kecil. Kulihat ukurannya seperti kotak cincin. Tak jelas apa yang ada didalamnya. Kotak itu ada sebelum aku berada disini. Setiap orang yang masuk akan menganggapnya sebuah barang antik. Ah, masa bodo. Kotak itu seperti mainan yang tersedia di tukang mainan keliling.

Kotak kecil itu adalah kotak mainan kakakku. Ibu menjawabnya begitu setiap kali aku tanya tentang kotak itu. Oh, mungkin ibu masih mengenang mainan kakakku. Entah, ibu hanya bisa berpasrah, kakakku dan aku yang sedang dipikirkannya, anak anak yang lemah.

Dulu setiap sore, aku dan kakak mengobrol di sini, didekat jendela, tak kala aku memandang matanya yang teduh. Mata yang seolah bercerita dengan riang. Mata yang membuat aku percaya bahwa dia seorang kakak yang tabah. Aku belum pernah melihat wanita yang penuh cinta dan gairah. Sosok ibu yang turun kepada anak pertamannya.

Suara yang lembut seperti alunan yang membilas genderang telingaku, begitu sejuk. Kakak cerdas dan luar biasa bila ia bercerita, menawan dan bersabda. Banyak bercerita tentang hidupnya dan kotak itu. Katanya, dalam kotak itu adalah mainan kakakku, mainan kesayangan ketika aku menanggis. Kakakku dengan kotaknya lihai membuat aku bergembira lagi. Masa kecilku, masa balitaku. Aku tak bertanya perihal pernyataan kakak. Karena jelas kotak itu mainan bersama aku dan kakakku.

Suatu sore kakak bercerita ”Kita adalah kotak yang mempunyai empat sisi samping, satu sisi atas dan satu sisi bawah. Kita adalah keluarga yang sepeti kotak, aku, kau, ibu dan bapak empat sisi sampingnya, lalu sisi bawah dan atas adalah kekuatan dan cinta. Oleh sebab itu, Ketika salah satu sisi roboh, kekuatan dan cinta bisa menjaga sisi yang roboh” kakak begitu lugas. Setelah selesai, kakak biasanya memegang kotaknya. Kami selalu seperti itu, selalu mengumbar rasa pada segala yang ada di sekitar. Walau cuma ada kotak. Bagi kami, hidup tak bakal habis meski digali dari sebuah kotak. Mungkin ini kenangku pada kotak dan kakakku.

Hujan telah lebat, selebat kecemasan ibu kepadaku. Sebab tak biasanya aku sakit meringik akhir ini. Sebelumnya, sehari atau paling lambat tiga hari, ada hal yang aneh padaku. Hal itu menjadi biasa karena aku terlalu keras beraktivitas. Aku pikir itulah sebab aku merasa sakit di dada, dadaku yang lembek. Ibu juga mengatakan bahwa ibu merawat kakak seadanya sebelum pergi. ibu tidak mau mengulangi. Ibu memandangku penuh harap, aku akan tetap hidup. Ibu pun membawaku ke rumah sakit.



Di ruang yang semakin sempit justru tak tenang, pandanganku terbatas seperti dalam kotak. pandanganku yang hanya sampai pada tembok tembok putih. Apalagi, orang orang cengeng yang mendekatiku. Sungguh, aku ingin berdiri dan lari ke halaman belakang rumah. Mendapati sepoinya angin dengan pandangan tanaman padi yang hijau dan kicau burung emprit yang merdu.

Sudah tengah malam, orang orang penunggu orang sakit tidak segan melepas kantuknya. Alunan sendu karunia Tuhan mengalir merdu ke telinga. Sang pemberi asi yang terus memuntahkan suara kecemasan, tampak layu raut mukanya. Jelasnya, aku tak bisa menahan hari demi hari di ruang kecil yang berbatas. Gerah, aliran keringat mengalir. Kondisi ini dirundung duka.

Mungkin sebuah banyolan aku melompat dari keadaan ini. Cepat atau lambat pasti bisa melewati keadaan terbatas ini. Berdoa mungkin jadi tindakan mulia, ketika berjanji dan bersumpahku luntur oleh lembeknya jiwaku. Terus berdoa, dan melihat orang orang yang berdoa untukku.

Aku tak menganggap besok adalah hari baikku. Setidaknya, aku bisa bersandar untuk melihat tegak kedepan, bukan keatas yang selalu nampak putih dan fana. Kemudian bisa mengangguk untuk setiap pertanyaan “kamu tidak apa apa?” karena setiap orang yang menyapaku mengatakan begitu dengan membawa sebuah hasil bumi dari kampungnya, sekalipun aku tak percaya yang sesuai kemampuannya. Mereka tidak peduli sesakit apapun mereka, ketika melihat orang lain berada di rumah sakit.

Lebih dari sebuah renungan panjang ketika berbaring lama disini, terlalu lama !! Aku ingin segera bangkit, aku ingin melolohi hobi hobi kesayanganku, membuat jemari ini lemas merangkai kata demi kata, membuat syair indah tentang hidup. Sayang, kabar sehat itu belum juga datang.

Ku rasa belum saatnya, padahal aku ingin berjuang lagi demi sehelai nafas. Bagaimana bercinta yang halal dengan hobiku. Selanjutnya, aku baru membuang harapan palsu, membersihkan jiwa dan menuju kamar peristihatan terakhir. Lebihnya, para penyandang baju hitam membawakan ragaku kelubang pertiwi.

Kita kenal kereta jawa yang beroda manusia. Itu kendaraan istimewa dan suci untuk manusia. Aku akan terbujur di kendaraan itu. Kalian pun pasti ingin menaikinya kelak. Walau akhirmu tiada prediksi terhebat yang sanggup menganggukinya.

Aku hanya bisa melihat dunia yang fana. Kembali menikmati kehidupan abadi di tumpukan kebaikanku yang ada. Buruknya, jika tumpukan itu tidak terlalu sanggup menahanku. Aku jatuh dalam bara panas dan busuk.

Setelah lama merenung, aku bisa merasakan sebuah keikhlasan dengan keadaan ini, hatiku tenang. Aku pun bisa melemaskan tubuhku untuk bergerak, walau sekedar duduk sambil bersandar sambil menikmati saji sehat dari penjenguk. Dalam hatiku “semoga saja ini bukti aku sudah kembali” . Ternyata benar, kabar sehat itu kembali padaku, aku nanti siang bisa pulang. Kembali pada rumah sederhana yang cukup luas.

Dirumah, aku justru ingat ayah. Ketika sepanjang sore ayah mencoba tetap mengerjakan tugasnya seperti biasa, Nampak lebih keras. Ia tetap menekan tinta dengan kesumukan. Tetapi justru menodong secangkir teh hangat. Aneh, ia seakan tidak peduli dengan hawa sekitar.

Ayah mengambil lembaran folio terus menerus dari ia mulai menulis. Folio itu berserakan dengan bekas genggaman kuat. Entah, ia sedang mengalirkan rasanya pada sebuah tulisan. Aku ingin tahu apa yang ayah kerjakan sebenarnya. Lantas aku mendekatinya dengan tubuh yang masih lemas. Ternyata ayah sedang membuat surat, Ia menggeleng nggelleng, ia kesulitan dan tidak tenang. meskipun kenyataan ayahku dulu sampai sekarang adalah orang paling gemar mengajariku untuk tenang.

Tetapi yang muncul di kepalaku hanyalah keadaanku belum kembali. Tak sadar, ayah menatap keras ke arahku, mungkin ayahku menyuruhku kembali ke kamar dan berbaring. Kenyataan tubuh ini belum beger, masih lemas mengulai.

Keadaan dikamar yang mulai sirung, tak jelas. Suasana yang mungkin cocok untuk tidur dikala sehat, namun keadaanku yang lemah membuat tidak tenang. Aku masih teringat kata kata kakak ketika ia masih disini dan berpikir apa benar keluargaku seperti kotak?

Lantas aku berpikir, Keluargaku sudah kehilangan satu sisi, apa akan kehilangan satu sisi lagi? Jika iya lantas bagaimana dikatakan kotak? Ayah dan ibu tentu tidak mempunyai cinta dan kekuatan ketika anak anak mereka telah lenyap dari pelukannya. Sebagaimana yang diceritakan kakak, jika kekuatan dan cinta tidak ada lagi, tidak ada lagi sisi yang tumbuh, kotak itu akan hancur selamanya.